JELAJAHWANGSA.com -Gunung Merapi yang berada di antara perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng) merupakan salah satu daya tarik wisatawan dalam negeri maupun mancanegara. Di sekitarnya, lebih dari 10 titik wisata dibuka untuk masyarakat, seperti Bunker Kaliadem, Ekowisata Kali Talang, Nawang Jagad, Merapi Lava Tour, Museum Ullen Sentalu, The Lost World Castle, dan Bukit Klangon.
Selain pemandangan megah dan status keaktifannya yang terkenal, gunung dengan ketinggian 2.910 m ini ternyata menjadi salah satu unsur dari sebuah filosofi yang membentuk budaya masyarakat Jawa. Filosofi tersebut ialah sankan paraning dumadi.
Sankan Paraning Dumadi, apa itu?
Filosofi Jawa sangkan paraning dumadi merupakan pandangan mengenai kehidupan yang tertera pada ajaran Kejawen. Filosofi ini menerangkan beberapa hal terkait perjalanan manusia yang meliputi titik awal dan titik akhir kehidupan. Berdasarkan bahasa Jawa kuno, kata sangkan berarti asal muasal, paran berarti tujuan, dan dumadi berarti menjadi atau pencipta.
Jika dimaknai lebih lanjut, wacana yang termuat dalam filosofi ini adalah manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Penerapan filosofi ini diawali dengan 3 pertanyaan, yakni urip kuwi sangka sapa? (hidup ini dari siapa?), urip kuwi kon ngapa? (hidup itu disuruh apa?), dan pungkasane urip kupiye (apa akhir dari kehidupan?).
Filosofi sankan paraning dumadi memberikan pemahaman bahwa tubuh manusia hidup dari dua unsur: jasmani dan rohani. Jasmani bersumber dari unsur-unsur alam layaknya tanah, air, udara, dan api, kemudian akan kembali ke dunia setelah kematian. Sementara itu, rohani yang terbentuk dari akal, nafsu, dan hati, bersumber dari Sang Pencipta dan akan pulang kepada-Nya.
Itu berarti, manusia diharapkan untuk selalu mendekatkan diri kepada nilai-nilai ketuhanan dengan mempraktikkan kejujuran, keadilan, tanggung jawab, kepedulian, kesederhanaan, ramah-tamah, disiplin, dan komitmen.
Gunung Merapi dan Pemaknaannya
Bagi masyarakat Yogyakarta, Gunung Merapi merupakan titik puncak dari garis lurus yang apabila ditarik lurus ke selatan, maka akan melintasi Keraton Yogyakarta hingga Laut Selatan. Garis khayal ini umum dikenal sebagai Sumbu Filosofis Yogyakarta atau Garis Imajiner Yogyakarta.
Sebagaimana kata filosofis yang tersemat di dalamnya, Sumbu Filosofis Yogyakarta memuat makna terkait perjalan kehidupan. Laut Selatan sebagai pos terendah dan Gunung Merapi sebagai pos puncak menjadi simbol atas langkah manusia mendekatkan diri dengan Sang Pencipta seiring waktu. Makna ini berhubungan dengan filosofi sankan paraning dumadi.
Dalam filosofi ini, makna dari posisi Gunung Merapi adalah pos terakhir dan tertinggi jiwa manusia setelah menghadapi kematian. Jiwa akan berada di penantian untuk mencapai nirwana atau surga. Karena dipandang sebagai bagian dari wilayah penantian jiwa, Gunung Merapi diliputi dengan mitos kerajaan makhluk halus yang berdiri di atasnya, termasuk keberadaan para dewa.
Gunung Merapi yang berelemen api juga ditafsirkan sebagai ayah yang menjaga dan melindungi. Selain sosok ayah, gunung yang tercatat telah meletus 58 kali sejak tahun 1548 itu juga dianggap sebagai guru yang mengajarkan pengorbanan dan pengharapan. Anggapan itu muncul karena letusan Merapi, selain membawa efek yang menghancurkan, juga membawa material yang membuat subur lahan di sekitarnya.
Refleksi
Berwisata ke Gunung Merapi tidak hanya sebatas pada kegiatan rekreasi semata, melainkan juga mempelajari pedoman hidup yang membentuk budaya masyarakat lokal. Hal ini dapat mendorong pribadi untuk lebih bijaksana dalam menjalani hidup, baik itu bersikap bijak dengan sesama manusia maupun dengan alam sekitar.
Penulis: Rizky Amanda Putra Hanka
Editor : Damelia Agnes D. Tampubolon