
Papan petunjuk dan peringatan terkait tsunami di Pantai Kukup, Gunungkidul, Yogyakarta. (JELAJAHWANGSA.com/Rizky Amanda Putra Hanka)
Isu gempa megathrust mulai disorot publik sejak tahun 2018. Saat itu, suatu narasi beredar mengenai ancaman gempa besar yang dapat menimbulkan tsunami setinggi lebih dari 30 meter di sepanjang garis pantai barat dan selatan Indonesia. Narasi itu dengan cepat menyebabkan kehebohan masyarakat di lokasi yang disebut terdampak. Menanggapi hal tersebut, pihak berwenang seperti BMKG, LIPI, serta BRIN membenarkan adanya potensi bencana tersebut, tetapi narasi yang tersebar sejatinya sebatas pada pemodelan dari para pakar semata dan bukan suatu prediksi pasti perihal kapan tepatnya gempa akan terjadi.
Isu gempa megathrust sempat meredup, tetapi kembali viral di media sosial pada Agustus 2024 hingga sekarang. Isu tersebut meliputi fenomena seismic gap (keadaan berupa kejadian gempa yang sangat jarang atau bahkan belum pernah terjadi di zona tektonik aktif) di area selatan Pulau Jawa yang dapat menyebabkan gempa dan tsunami besar secara tiba-tiba. Terangkatnya isu tersebut bahkan telah mendorong pemerintah daerah seperti di Jawa Tengah untuk menerbitkan Surat Edaran (SE) khusus perihal megathrust. BMKG sampai harus menyampaikan klarifikasi kembali pada Selasa (03/09/2024).
Dikutip dari yogyakarta.bmkg.go.id, BMKG menyampaikan, "Informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini sama sekali bukanlah prediksi atau peringatan dini, sehingga jangan dimaknai secara keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat. Namun sebaliknya, informasi potensi gempa dan tsunami merupakan upaya persiapan untuk mencegah risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa, apabila terjadi gempa kuat dan membangkitkan tsunami dengan skenario terburuk."
BMKG menegaskan bahwa meskipun potensi gempa megathrust ada, belum ada teknologi yang dapat memprediksi kapan gempa tersebut akan terjadi dengan pasti. Namun, kesiapsiagaan tetap diperlukan untuk mengurangi risiko kerugian sosial dan ekonomi. Risiko yang mengancam tidak hanya berdampak pada infrastruktur pariwisata, tetapi juga pada keselamatan pengunjung dan penduduk.
Mengenal Megathrust di Indonesia
Megathrust adalah jenis gempa bumi besar yang terjadi di zona subduksi, yakni lempeng tektonik samudra menunjam ke bawah lempeng benua. Proses ini menciptakan tekanan energi yang sangat besar di bidang kontak antar lempeng dan berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan berabad-abad. Tekanan energi ini dapat terlepas secara mendadak, menghasilkan gempa bumi bermagnitudo tinggi.
Keberadaan zona megathrust di Indonesia tak lepas dari wilayahnya yang berada di Cincin Api Pasifik, yakni tempat bertemunya 10 lempeng tektonik yang saling bertabrakan. Zona megathrust di Indonesia terletak di sepanjang pertemuan lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia, serta di beberapa wilayah lain seperti di sepanjang pantai barat Sumatera dan selatan Jawa. Zona patahannya sendiri terdiri dari beberapa segmen seperti Aceh-Andaman, Mentawai-Siberut, Selat Sunda, selatan Jawa Tengah-Jawa Timur, Laut Banda, hingga Lempeng Laut Filipina.
Besaran gempa megathrust biasanya melampaui M 8 dan dapat menyebabkan kerusakan dengan Skala MMI sebesar VIII (Sangat Kuat), IX (Merusak), dan X-XII (Sangat Merusak) di area terdekat. Karena zona megathrust di Indonesia membentang di lepas pantai, tsunami besar dapat menerjang setelah gempa berlalu dalam waktu yang relatif singkat. Contoh nyata adalah tsunami Aceh pada tahun 2004 yang disebabkan oleh gempa megathrust berkekuatan M 9,1 di lepas pantai Sumatra, menjangkau daratan Aceh dalam kurun waktu 15-40 menit.
Tsunami terjadi ketika pergeseran lempeng di bawah laut menyebabkan perpindahan air secara tiba-tiba dan menciptakan gelombang besar yang dapat menghantam wilayah pesisir dalam waktu singkat. Umumnya, suatu gempa berpotensi tsunami apabila pusat gempa berada di kedalaman dangkal (di bawah 30 kilometer), berkekuatan lebih dari M 7, dan gempa berpola sesar naik-turun.
Gempa Megathrust di Pantai Selatan
Mengacu pada buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017, disebutkan bahwa Samudra Hindia selatan Jawa memiliki 3 segmentasi megathrust. Ketiganya meliputi segmen Banten-Selat Sunda, Jawa Tengah-Jawa Barat, dan Jawa Timur. Ketiga segmen megathrust itu menyimpan kemungkinan energi gempa hingga sebesar M 8,7.
Sejarah mencatat beberapa kejadian gempa besar di zona megathrust selatan Jawa. Pada tahun 1903, gempa dengan kekuatan M 7,9 mengguncang wilayah ini, diikuti oleh gempa-gempa besar lainnya pada tahun 1921 (M 7,5), 1937 (M 7,2), 1981 (M 7,0), 1994 (M 7,6), 2006 (M 7,8), dan 2009 (M 7,3). Setiap gempa membawa dampak yang signifikan, baik dari segi kerusakan fisik maupun korban jiwa.
Beberapa gempa di zona megathrust yang telah terjadi di selatan Jawa tidak hanya menimbulkan getaran kuat, tetapi juga memicu tsunami. Misalnya, gempa pada tahun 1994 yang berkekuatan M 7,6 menyebabkan tsunami setinggi 14 meter yang menghantam pesisir selatan Jawa Timur, mengakibatkan kerusakan parah dan ratusan korban jiwa. Adapun gempa dan tsunami terakhir yang tercatat berlangsung pada 17 Juli 2006, yakni gempa berkekuatan M 7,7 di lepas pantai Pangandaran. Gempa tersebut menyebabkan tsunami yang menerjang beberapa wilayah seperti Pangandaran, Cilacap, dan pantai selatan Kebumen hingga Yogyakarta.
Gempa megathrust di pantai selatan dapat membahayakan pengunjung pariwisata karena arus wisatawan yang tinggi, potensi kerugian ekonomi dari kerusakan infrastruktur, aksesibilitas rute evakuasi yang terbatas, tingkat kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat yang bervariasi, serta kondisi geologis dan topografi yang rentan terhadap tsunami. Oleh karena itu, penting bagi pengunjung untuk selalu waspada dan mengikuti arahan dari pihak berwenang.
Apa yang Harus Dilakukan Pengunjung?
Bagi Anda yang hendak berkunjung ke pantai selatan Pulau Jawa seperti Pantai Parangtritis di Yogyakarta, ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan sebagai langkah antisipasi gempa megathrust disertai tsunami.
1. Kenali Karakter Pantai
Sebelum berkunjung, pelajari karakteristik pantai yang akan dikunjungi. Anda perlu memerhatikan kondisi geografis yang lebih luas seperti keberadaan tanah lunak, pasir, tebing-tebing dan perbukitan di sekitar pantai untuk menghindari longsor, likuifaksi (pencairan tanah), atau gelombang tsunami yang akan datang. Dengan meningkatkan perhatian ke bentang alam sekitar, Anda dapat menyusun antisipasi yang lebih terarah jika gempa disertai tsunami terjadi secepat mungkin.
2. Perhatikan Informasi Cuaca dan Gelombang
Selalu periksa prakiraan cuaca dan kondisi gelombang sebelum berangkat, baik itu melalui gejala alam maupun pemberitahuan resmi dari lembaga yang berwenang di situs atau aplikasi. Hindari berkunjung saat kondisi cuaca buruk karena dapat menyulitkan Anda untuk mengevakuasi diri dan rombongan.
Bila sudah terlanjur, segera cari tempat berlindung yang jauh dari pantai. Jika cuaca sedang cerah saat Anda berkunjung, tetapi gelombang laut dalam keadaan tinggi, hindari untuk bermain air laut di pantai. Tetap perhatian jarak aman antara bibir pantai dan titik jatuh gelombang.
3. Ikuti Petunjuk dan Peringatan
Patuhi semua petunjuk dan peringatan yang diberikan oleh petugas pantai, warga lokal, dan lembaga terkait. Jangan ragu untuk bertanya jika ada informasi yang kurang jelas. Hindari pergi ke daerah pantai yang tidak disarankan. Pertimbangkan saran-saran lain yang mungkin disampaikan oleh orang-orang di sekitar pantai.
4. Siapkan Rencana Evakuasi
Ketahui jalur evakuasi dan titik kumpul yang aman di sekitar pantai. Pastikan semua anggota rombongan mengetahui rencana evakuasi ini. Utamakan anak-anak dan anggota rombongan yang mungkin memiliki kelemahan pada kemampuan tubuh. Simpan informasi terkait identitas Anda dan rombongan sebaik mungkin.
Tempatkan kendaraan Anda dan rombongan di wilayah yang cepat untuk digunakan jika bencana datang sewaktu-waktu. Bila tidak memungkinkan, tinggalkan kendaraan dengan membawa berkas-berkas penting. Tetaplah terhubung dengan rombongan Anda menggunakan ponsel, suara, posisi, dan lainnya.
5. Perlengkapan Darurat dan Pakaian
Selalu bawa perlengkapan darurat seperti kotak P3K, senter, dan peluit. Perlengkapan ini bisa sangat berguna dalam situasi darurat seperti gempa dan tsunami. Selain itu, Anda juga harus menyesuaikan pakaian untuk kondisi darurat tersebut. Pertimbangkan untuk mengenakan pakaian beserta aksesoris yang tidak menyulitkan Anda untuk bergerak (berlari, memanjat, dan sebagainya).
6. Tetap Tenang dan Waspada
Jika terjadi gempa, tetap tenang dan segera cari tempat yang aman. Keramaian pengunjung di lokasi mungkin memecah fokus Anda. Kemudian, hindari berada di dekat bangunan yang rentan roboh atau tebing-tebing curam, melainkan segera keluar menuju tempat terbuka jika gempa terjadi.
Jika Anda melihat air laut surut secara tiba-tiba setelah gempa terjadi, mendengar bunyi seperti gemuruh yang jauh, lalu perilaku hewan seperti burung yang tidak biasa, segera jauhi bibir pantai dan pergilah menuju tempat yang tinggi. Anda juga disarankan untuk menghindari area sungai dan celah-celah sempit yang terhubung dengan laut karena arus tsunami akan semakin berbahaya di sekitarnya.
Dengan memahami ancaman megathrust dan mengambil langkah-langkah antisipasi yang tepat, Anda dapat menikmati liburan di pantai selatan Pulau Jawa dengan lebih aman dan nyaman. Tetap waspada dan selalu ikuti perkembangan informasi dari sumber yang terpercaya, ya!
Penulis : Rizky Amanda Putra Hanka
Editor : Damelia Agnes D. Tampubolon